My Pleasure

Menghitung Mundur Kehidupan

Bismillahirrahmanirrahiim.

Sebelum menulis mengenai hal ini, saya selalu sombong pada dunia dan berkata bahwa “Saya siap mati” tanpa memaknainya. Dan mengutip dari kata-kata Ibu, “Kalau engga Ibu duluan yang mati, yaa…kamu, dek. Itu cuma masalah waktu”. Ternyata karena ada Giveaway mengenai 8 Hari Menuju Kematian, entah kenapa tangan saya bergetar luar biasa….*terimakasih, teh Desi….sudah diingatkan atas kesombongan manusia kerdil ini.

Sungguh,
Segalanya yang hidup, pasti mati.

Percaya dulu akan hal itu. Maka ketika kamu sudah tau kapan mau mati, akan terasa sangat bermakna seluruh kehidupan sebelum kematian. Beberapa hal yang harusnya saya jaga secara konsisten sebelum kematian adalah :

  1. Sholat berjamaah di masjid.
    Saya beberapa kali melakukan bersama anak-anak. Tapi karena manusia imannya up and down, dan seringkali pakai alasan hujan, saya pun sering mengurungkan langkah kaki ini untuk tidak kembali ke masjid. Mashaallah….
  2. Menghormati dan menyayangi kedua orangtua.
    Saya tinggal merantau jauh dari orang tua dan saudara. Sehingga tantangan terbesar saya adalah waktu dan pulsa. Seringkali berdalih “Aaah….sedang tidak ada pulsa”, sehingga menghambat saya untuk sekedar memberi kabar, bahwa “Saya di sini baik-baik saja, Bu…Pak. Alhamdulillah….Bapak dan Ibu bagaimana di Surabaya?”
    Adeem…..dengernya.
  3. Lebih banyak menghabiskan waktu untuk keluarga.
    Apa siiih….yang saya sibukkan? Sehingga seringkali anak-anak saya yang masih balita menganggap saya terlalu sibuk dengan dunia saya sendiri. *huuhuu….Tak jarang mereka meminta saya ikut dengan mereka hanya untuk menunjukkan keberhasilan demi keberhasilannya di rumah.
    Gambaran dari tangan mungilnya…..Tempelan stiker yang ian pindahkan dari lemari kaca ke pintu kulkas…..Mengisi air keran ke dalam botol minuman yang sudah tak terpakai dengan mencampurkan warna-warna kesukaannya, dan banyak aktivitas lain yang kedua anak saya lakukan tanpa saya. Kemana saya ketika itu?
    *tanya baik-baik ke diri sendiri.
  4. Muhasabah.
    Seringkali saya khilaf dengan apa yang sudah saya lakukan selama satu hari ini. Malam. Langsung tidur saja, tanpa menghisab diri. Ternyata ketika (mungkin) saya tau kapan kematian saya menjemput, saya akan lebih berhati-hati lagi dalam menggunakan waktu, bersikap dengan orang-orang yang saya cintai, dengan tetangga, dengan tiap orang yang saya temui, bahkan. Jadi engga ada lagi yaa…yang namanya sombong, iri, dengki, dan piktor (aka. pikiran kotor) lainnya yang kerap menghinggapi manusia lemah ini. Yang ada ingin berbuat baiiik selalu. Dari mulai saling memberi kepada teman, kerabat, dan tetangga dengan barang yang saya sukai, saling senyum dan sapa, saling mengingatkan dalam hal kebaikan. Jauh-jauhin deeh…tu yang namanya menggosip! Jelek tau.
    *haaha…nyindir diri sendiri lagiii….yang suka menggosip.
  5. Mencium suami dan anak-anak dengan mesra.
    Tiap hari suka melakukan hal ini. Tapi tak jarang rasanya menjadi makin berkurang. Mungkin ada setan di antara kita. *huuhuu……Jadi kalau saya (sudah) tau kapan saya mau meninggal…saya akan lebiiih dalaaam lagi memeluk dan mencium suami dan kedua balita saya yang manis. Memanggil mereka dengan lembut dan mengelus lembut kepala mereka. *heeuu…..
  6. Melunasi hutang.
    Merasa ada yang belum saya penuhi kewajibannya? Silahkan menghubung saya yaaah….sebelum saya meninggal. Takut kalau ditagih di akhirat nanti, saya bisa bayar pakai apa? *(lagi-lagi) nangiiis….
  7. Menulis surat wasiat kepada anak-anak yang bisa dibaca tiap tahunnya oleh mereka.
    Ini terinspirasi dari film India jaman dahulu “Kuch Kuch Hota Hai”. Yang berkisah tentang Ibu yang menginginkan anak perempuannya untuk mempertemukan ayahnya dengan cinta sahabatnya jaman kuliah dahulu.
  8. Saya ingin bertemu dengan semua orang yang saya cintai dan memeluk satu-satu sambil berkata “Maafkan segala kekhilafan saya, semoga kita dipertemukan kembali di jannahNya”. Aamiin.
    *Kalaupun tidak bisa bertatap wajah satu per-satu, saya akan mengirimkan pesan khusus ke seluruh sahabat saya di pelosok negeri, yang intinya saya memohon maaf dan mohon mengikhlaskan keburukan yang pernah saya perbuat. Sungguh itu saya lakukan dengan unsur ketidak sengajaan saya sebagai hamba Allah.
  9. Detik demi detik akan saya lewati dengan penuh rasa syukur.
    Alhamdulillaah….berkah Allah atas banyaknya limpahan nikmat.

    f8b09808a6e48579dedfe897a0c39287
    Source : Pinterest
  10. Emm…impian terbesar saya sebenarnya meninggal di tanah suci, Mekkah Al-Mukaramah. Ketika saya berada di sana, saya akan memperbanyak taubat. Mudah-mudahan tidak ada kata terlambat bagi hambaNya yang ingin memohon ampun atas segala kesalahan yang pernah diperbuat selama hidup. Sehingga ketika malaikat hadir menjemput raga ini, in syaa allah saya siap menghadap dalam (sebaik-baik) keadaan.

Tidak mengapa saya dilupakan, toh…memang begitu hukum alamnya. Dan di hari terakhir saya hidup, saya juga ingin mengatakan pada semua orang bahwa “Terimakasih, semuanya….sudah hadir dalam dalam hidup saya dan mewarnainya dengan warna yang indah sehingga saya bisa menjadi pribadi yang demikian”.

Tidak pernah ada yang kekal dalam hidup. Begitupun dengan manusia. Saya hanya berharap, amalan-amalan baik saya yang kekal diteruskan oleh anak keturunan saya. Maka, langkahkan kaki kecil ini untuk di tiru kebaikannya oleh anak-anak kita kelak. Aamiin.

ef3728011aa19f76179d0658dd535eab
Source : Pinterest

Mari kita tutup dengan Firman Allah, Qur’an Surah Ar-Rahmaan (55) : 26-27

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.
Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”

Demikian tulisan ini dibuat untuk diikut sertakan dalam dnamora Giveaway.
Semoga Allah senantiasa menerima amal perbuatan (kebaikan) kita walaupun hanya sebesar biji zara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5 thoughts on “Menghitung Mundur Kehidupan

    1. ^.^
      Suka sama temanya, jadi asa lancar nulisnya…meskipun sambil sedikit terisak, karena nulis sambil liatin anak-anak main…
      *kebayang kalau aku engga ada, apakah anak-anak jadi berkurang kasih sayang?
      huuhuu….Allah maha tahu yang terbaik yaa…

      *curhat

      Like

    1. Teteeh…
      Haturnuhun doanya.

      Sejujurnya,
      Setelah bikin tulisan ini, kami langsung membahas bersama anak-anak. Tapi karena usia anak-anak masih terlalu kecil, yang ada bukan diskusi, malah tangis-tangisan….huuhhuu…

      Terimakasih teh,
      sudah diingatkan dengan tema ini.

      Like

Leave a comment