Review NHW #4
Matrikulasi Institut Ibu Profesional
MEMBUAT KURIKULUM YANG “GUE BANGET”
Bunda,
membaca satu demi satu Nice Homework #4 kali ini, membuat kami makin yakin bahwa akan makin banyak anak-anak Indonesia yang memiliki Ibu-Ibu tangguh, yang paham akan dirinya dan mampu Memberi Teladan kepada anak-anaknya, bahwa seperti inilah cara belajar di Universitas Kehidupan.
Tantangan dalam mengerjakan Nice Homework #4 ini bukan di urusan hasil pencapaian, tetapi justru di urusan kesungguhan bunda untuk menemukan diri. Proses ini memang tidak mudah, tetapi kalau kita tidak memulainya maka kita tidak akan pernah tahu. Maka efek berikutnya kita tidak bisa memandu anak-anak kita dalam menemukan peran hidupnya. Ketika merasa tidak bisa dan tidak mau belajar efek berikutnya adalah kita sub kontrakkan pendidikan anak kita ke orang lain, yang belum tentu paham akan sisi keunikan anak kita. Inilah yang menjadi sumber awal munculnya penyakit kemandulan dalam mendidik anak-anak. Menggerus kekuatan fitrah kita dalam mendidik anak-anak sehingga menyatakan dirinya tidak mampu lagi
Untuk itu kami akan membantu bunda dan calon bunda semuanya menemukan misi hidup ini setahap demi setahap.
🍀Bagi anda yang belum menemukan “jurusan” ilmu apa yang harus ditekuni dengan fokus, maka bersabarlah.
Tuliskan apa adanya di NHW#4 ini bahwa anda memang belum ketemu sama sekali. Kemudian silakan lihat kembali ke belakang, faktor-faktor apa saja yang membuat anda sampai usia sekarang belum bisa menemukannya.
Tulislah dengan jujur, kemudian lihatlah kondisi sekarang, bagaimana anda mengenal diri anda?
Aktivitas apa saja yang membuat anda SUKA dan BISA, tulis semuanya.
Apa sisi kekuatan diri anda?
Silakan tulis semuanya.
Pernyataan-pernyataan ini sudah SAH untuk menggugurkan NHW #4 anda.
Semoga dengan melihat hal ini, bunda semuanya menjadi lebih SABAR, ketika melihat anak-anak kita yang masih galau tidak paham arah hidupnya. Jangankan mereka, kita yang sudah puluhan tahun hidup saja ternyata juga belum paham. Bisa jadi anak-anak kita memang punya pengalaman yang sama dengan kita dulu dan sekarang kita didik mereka dengan pola yang sama dengan cara orangtua kita mendidik kita dulu.
Kembali ke fase titik nol dan segera bergerak.
“Jangan pernah berdiam di ruang rasa, sehingga titik nol membekukan hidup anda”
🍀Bagi anda yang sudah menemukan “jurusan”ilmu apa yang harus ditekuni dengan fokus, maka silakan ikuti simulasi secara setahap demi setahap di bawah ini :
1. Tulislah Jurusan Ilmu secara Global.
misal : Pendidikan Anak dan Keluarga
2. Tentukan KM 0 nya mau anda tempuh mulai kapan? Atau apakah saat ini sudah dalam proses berjalan di tahap 1?
Maka tulislah kapan anda memulai KM 0.
3. Kita ambil satu hasil penelitian Malcolm Gladwell dalam bukunya yang berjudul Outliers (2008) pernah mengemukakan sebuah teori yang menarik, 10.000 hours of practice. Menurutnya, jika seseorang melatih sebuah skill tertentu selama minimal 10.000 jam, maka hampir bisa dipastikan orang itu akan “jago” dalam bidang tersebut.
“They will master the skill”, kata Gladwell.
Darimana ia bisa yakin?
Konon Gladwell mengembangkan teori ini dari hasil penelitian terhadap para pemain biola selama puluhan tahun. Dari penelitian itu, para pemain biola yang berlatih minimal 2 jam sehari selama 12 tahun (kurang lebih 10.000 jam) semuanya menjadi para maestro biola. Orang yang di pertengahan berlatih di antara 5.000 hingga 8.000 jam, sementara pemain biola yang gagal berlatih di bawah 3000 jam.
4. Silahkan ukur kemampuan teman-teman, dalam sehari kira-kira sanggup menginvestasikan waktu nya berapa jam, untuk menekuni jurusan ilmu tersebut. Katakanlah kita ambil yang paling pendek hanya 2 jam per hari.
Mari kita berhitung :
10.000 jam : 2 jam = 5000 hari
Apabila setahun katakanlah hanya kita ambil 250 hari efektif saja, maka :
5000 hari : 250 = 20 tahun
Inilah periode waktu yang harus anda tempuh untuk bisa menjadi master di bidang anda.
5. Silakan bagi 20 tahun tersebut dalam KM perjalanan yang akan anda tempuh, misal :
KM 0 – KM 1 = Bunda Sayang ( 5 tahun)
KM 1 – KM 2 = Bunda Cekatan (5 tahun)
KM 3 – KM 4 = Bunda Produktif ( 5 tahun)
KM 4 – KM 5 = Bunda Shaleha ( 5 tahun)
Tidak ada patokan khusus dalam menentukan rentang waktu, silahkan anda buat sendiri sesuai dengan kemmapuan kita.
6. Uraikan kira-kira mata pelajaran apa saja yang harus kita pelajari satu-satu di mata kuliah pokok Bunda Sayang, Bunda Cekatan, dan sebagainya.
7. Cari sumber belajarnya ada dimana saja dan konsisten menjalankannya.
AKSELERASI
Apabila ternyata dalam belajar di jurusan ini mata anda makin berbinar, semangat anda tak pernah pudar, bisa jadi yang harusnya hanya investasi 2 jam/hari secara alamiah akan menjadi lebih dari 2 jam. Maka pilihlah aktivitas harian, waktu yang paling banyak menghabiskan hari-hari anda, adalah aktivitas yang memperbanyak JAM TERBANG.
Kalau sudah seperti ini Allah sedang menghendaki anda untuk masuk program “AKSELERASI”.
Ada dua cara akselerasi yaitu :
🍀Menambah Jam terbang harian
🍀Membeli Jam terbang
Bagaimana caranya membeli? Dengan mendatangi para ahli yang sesuai dengan bidang kita, belajar banyak dari beliau. Pelajari jatuh bangunnya seperti apa, sehingga kita bisa “jump starting” dengan tidak perlu mengulang kesalahan yang pernah dilakukan oleh para ahli tersebut. Sejatinya dengan mengikuti program matrikulasi ini, anda sedang membeli jam terbang.
🍀Carilah mentor hidup anda yang bersedia memandu dengan konsisten agar anda mencapai sukses dengan lebih cepat lagi.
Dengan belajar bersungguh-sungguh di NHW #4 ini, teman-teman akan dengan mudah menyusun.
Customized Curriculum
untuk anak-anak kita masing-masing. Silahkan mulai dari diri bunda dulu untuk bisa merasakannya. Karena kalau bundanya sudah bisa, maka kita akan mendapatkan bonus kemampuan menyusun kurikulum bagi anak-anak kita.
Kuncinya hanya dua :
FOKUS dan KONSISTEN
Jadilah yang terhebat di bidang Anda masing-masing. Jangan pernah menyerah.
If today is a bad day, tomorrow maybe worst, but the day after tomorrow is the best day in your life. You know what? Most people die tomorrow evening! – Jack Ma
Selamat menempuh 10.000 jam terbang anda.
Salam Ibu Profesional,
/Tim Matrikulasi Ibu Profesional/
Sumber Bacaan :
Malcolm Galdwell, Outliers, Jakarta, 2008
Materi Matrikulasi IIP Sesi #4, Mendidik dengan Kekuatan Fitrah, 2016
Hasil Nice Homework #4 para peserta matrikulasi IIP batch #2
Sesi Tanya – Jawab NHW #4
1. Lela – IIP Bandung
Di NHW #4 ini sesungguhnya saya masih merasa belum 100% dengan jurusan yang sudah saya pilih, langsung ke case nya aja ya.
Saya pilih jurusan bidang pendidikan karena dulu saya ingat-ingat lagi aktifitas saya lebih banyak mentransfer ilmu meski hanya lewat mengajar TPA, memandu anak masjid dalam kaderisasi, mengisi training-training pengembangan diri remaja dll.
Saat ini kondisi saya menjadi seorang istri juga ibu dan saya tertarik untuk mendalami pendidikan ibu dan anak karena itu sebuah kebutuhan bagi saya, tapi disisi lain apa yang saya kerjakan saat ini lebih banyak berkaitan dengan menginspirasi orang untuk menghafal quran karena merasa hal ini saya butuhkan juga, sehingga terbentuklah komunitas menghafal quran yang saya dan teman buat.
1. Nah apa bisa dua hal ini jadi pilihan yang di kerjakan bersama sedangkan keduanya berbeda urusannya meski bidangnya masih seputar pendidikan?
2. Bagaimana mem-breakdown ilmu apa saja yang dibutuhkan dari bidang tersebut?
Jazakumullah khoir.
Jawab :
Teh Lela,
ke depannya kita akan belajar tentang PERAN dan BIDANG.
Selama ini kita lebih sering memikirkan BIDANG, baik ke diri kita maupun ke anak-anak, sibuk dengan hal tersebut, kadang sampai tidak menemukan peran hidup kita.
Contoh :
Pendidikan anak dan keluarga, Hafalan Quran itu adalah BIDANG.
Bolehkah dua-duanya dilakukan?
Sangat boleh karena keduanya masih inline, minimal ada irisan antara pendidikan dan hafalan Qur’an.
Tapi kalau kita nanti melihat peran, bisa jadi bidangnya berganti-ganti tetapi peran sebagai Inspirator itulah yang membuat semuanya terhubung. Perlahan belajarnya ya teh, pasti kita sampai disini.
Untuk membreakdown ilmu Hafalan Qur’an tanyakan ke ahlinya ya teh.
2. Yani – IIP Jogja
Saya sedang belajar dan menerapkan bunsay sekarang. Tapi kondisi rumah tangga, menyebabkan saya harus mengambil alih peran untuk mencari nafkah.
Secara otomatis saya harus mempelajari bunprof.
Terimakasih😘
🙋Pertanyaannya,
Apakah maksimal jika saya mempelajari keduanya, sementara anak-anak masih balita yang membutuhkan pendampingan saya bu..?
Jawab :
Mbak Yani,
apabila kondisi membuat kita harus masuk ke ranah bunda produktif, segera masuk, dan pelajari dengan sungguh-sungguh. Sebagai penghubung kedua mata pelajaran di Bunsay dan Bunprod adalah buncek. Maka saran saya mbak belajar juga bunda cekatan. Akhirnya nanti akan muncul yang namanya manajemen belajar yang sangat keren. Patuhi saja waktu yang telah mbak Yani buat. Dan jangan ada yang ditunda-tunda, karena akan membuat kita Stress tinggi, dengan load aktivitas yang sangat banyak. Semangaaat ya mbak.
3. Prima – IIP Malang
Bu septi, apakah yang di maksud dengan ‘fitrah sebagai orang tua’?
Membimbing, menjaga, merawat, mendidik seperti itukah? Bagaimana contoh kongkritnya? Kalau iya, merawat, membimbing, menjaga, dan mendidik yang seperti apa agar kita bisa kembali ke fitrah orang tua?
Terimakasih.
Jawab :
Mbak Prima,
Allah itu Maha Sayang, memberikan amanah ke kita tidak hanya sekedar titip saja, melainkan sudah satu paket dengan “kemampuan fitrah mendidik” dan “pundi-pundi rejeki“ anak tersebut.
Tugas kita tinggal mengasah terus senjata “fitrah mendidik” ini dengan baik setiap hari. Salah satu caranya adalah dengan MENEMANI anak-anak bertumbuh, Membangkitkan kembali fitrah anak-anak yang dibawa sejak lahir. Sering-seringlah minta petunjuk Allah, pola pendidikan seperti apa yang paling tepat untuk anak-anak kita, karena tidak sama anatara anak yang satu dengan anak yang lainnya.
Kemudian jemput rejeki mereka tanpa kita harus meninggalkan amanahnya. Karena itu tugas utama kita.
4. Vita – IIP Jakarta
Ibu, pada contoh perjalanan hidup Bu Septi, dalam 10.000 jam terbang, Ibu memisahkan setiap pilar antara BunSay, BunCek, BunProd dan BunShol dengan masing-masing dialokasikan fokus selama 1 tahun untuk belajar, menuliskan dan mempraktekannya. Mungkin untuk BunProd dan BunShol menurut saya masih bisa dipisah, tetapi untuk BunSay dan BunCek bagi saya adalah dua hal yang dihadapi setiap harinya secara bersamaan.
Pertanyaan saya :
Bagaimana teknis Ibu memisahkan proses belajar untuk fokus satu per satu diantara keduanya (BunSay dan BunCek)?
Apakah di tahun BunSay, hal-hal terkait BunCek dibiarkan seadanya saja?
Jawab :
Mbak Vita,
BUNDA SAYANG – BUNDA CEKATAN itu bagi saya adalah mata pelajaran pokok, maka tahap selanjutnya adalah saya menurunkan mata pelajaran apa saja yang harus dipelajari di setiap mata pelajaran pokok tersebut. Maka hal tersebut menjadi “menu utama ” belajar saya selama 1 tahun. Apakah boleh masuk ke ilmu BUNCEK saat mata pelajaran pokoknya masih BUNSAY, boleh banget. Tapi tidak jadi menu utama, melainkan jadi ilmu pengayaan (enrichment program). Yang tidak boleh adalah berganti-ganti terus dan tidak FOKUS, sehingga nggak lulus semua mata pelajaran.
5. Raudhah – IIP SulSel
NHW4 mengarahkan kita untuk kemudian merenungkan apa yang kemudian sudah kita jalani selama selama ini… Saya akhirnya bingung karena jurusan yang kemudian saya ambil waktu kuliah adalah jurusan Teknologi Pangan karena memang minat… dan sama sekali tidak terpikir kemudian kalau itu tidak akan manfaat jika menikah nanti.
Saat ini setelah menikah dan dikaruniai 2 putri, saya merasa bahwa ilmu yang dulu saya tekuni dan sekarang menjadi bidang garapan saya dalam pekerjaan di luar rumah dan juga di dalam rumah… karena urusannya masak2… ternyata membutuhkan ilmu2 yang lain…dalam mengelola rumah tangga…
Pertanyaan saya kemudian adalah dengan ilmu yang sudah saya tekuni sekian tahun kemarin, bukan berarti kemudian mubazir khan Bu… tetapi final questionnya adalah bagaimana saya melakukan sinkronisasi ilmu yang sudah saya tekuni dengan ilmu-ilmu lain seperti yang saya sebutkan dalam NHW4 saya… karena ternyata butuh banyak ilmu yang harus di pelajari dan hemat saya kita tidak harus mengkotak-kotakkan ilmu yang harus kita pelajari dan apakah dengan milestone yang kita pancangkan itu, kita kemudian tidak boleh berpindah dari 1 milestone ke milestone yang lain… ataukah justru malah bisa menjadikannya simultan sebagai satu kesatuan…
Semoga tidak bingung dengan pertanyaan ini Bunda Septi…
Jawab :
Mbak Raudhah,
saya ilmu dari Elan (anak saya no 3) tentang “The Connection”.
Hal tersebut dilontarkan Elan, ketika saya bilang hampir 87 % mahasiswa Indonesia itu salah jurusan, termasuk saya. Elan langsung membantahnya. Tidak ada sebenarnya salah jurusan itu bu, semua memang sudah diatur olehNya. Kemudian Elan mulai memandu saya agar menyebutkan apa saja yang saya pelajari ketika kuliah? Apa saja yang didapatkan waktu itu di luar jam-jam kuliah. Kemudian saya diminta untuk memerinci lebih dalam lagi apa yang saya kerjakan saat ini untuk memperkuat peran hidup saya saat ini. Setelah saya perinci semuanya saling berhubungan erat satu sama lain. Semua akan saling bersimultan sebagai satu kesatuan.
KM-KM yang kita tetapkan itu bukan untuk mengevaluasi apakah kita sudah TUNTAS/BELUM TUNTAS, melainkan sebagai road map kita agar kita bisa mengevaluasinya sebagai perjalanan yang ON TRACK atau OFF TRACK.
6. Pipit – IIP Pekanbaru
Assalamualaikum bu Septi, saya sadar 0 Km yang harus di mulai dari memantaskan diri saya sebagai seorang hamba, istri dan ibu dengan berusaha maksimal menguasai ilmu yang berkaitan dengan itu… Namun kondisi keluarga menuntut hal lain.
Jawab :
Wa’alaykumsalam mbak Pipit,
seperti yang sudah saya katakan di review bahwa kembali lagi fase titik nol itu bukanlah hal tabu, lebih baik kembali ke fase titik nol dan setelah itu bergerak. Tapi jangan terlalu lama berdiam di ruang rasa, karena kelamaan di fase titik nol dan berhenti hanya akan membekukan hidup kita. Hadapi tantangan mbak Pipit, agar bisa segera bergerak.
7. Savira – IIP Tangerang
Assalamu’alaikum, Bu Septi yang saya rindukan.
Dalam mengerjakan NHW 4 kemarin saya sudah menuliskan sejujur-jujurnya, apa adanya, termasuk kebingungan saya menentukan misi hidup yang spesifik serta bidang ilmu yang ingin ditekuni.
Kalau boleh saya share, saya ingin bermanfaat bagi lingkungan dengan cara mengajar bahasa inggris (sesuai dengan kemampuan dan keilmuan yang cukup saya ampu) untuk anak-anak for free dan membuat perpustakaan mini untuk mereka. Jadi, peran yang saya ambil sebagai educator. Namun, untuk bidang ilmu, saya ingin menekuni “Pendidikan Anak dan Keluarga” dengan alasan utama sebagai bekal dalam menciptakan keluarga tangguh yang kontributif. Selain itu, harapannya juga bisa menjadi inspirasi bagi ibu-ibu lain, terutama di lingkungan sekitar, dalam mendidik anak. Nah, kalau kondisinya semacam itu, apakah bisa dikatakan sinkron antara misi hidup, bidang ilmu, dan peran? Mohon pencerahannya, Bu. Terima kasih. 🙏
Jawab :
Wa’alaykumsalam mbak Savira,
Sangat sinkron mbak.
Peran hidup : educator,
Bidang : pendidikan anak dan keluarga, kendaraan yang mbak pakai bermerk “bahasa inggris”. Seperti saya dulu ketika memulai menekuni ilmu bidang pendidikan anak dan keluarga, menjalankan peran inspirator, ternyata Allah memberikan kendaraannya dengan merk “jarimatika”.
8. Dian K – IIP Surabaya Raya
Assalamualaikum bu,, NHW #4 benar-benar memberi banyak pelajaran ke saya, bahwa sebagai ibu masih banyak yang harus saya pelajari dan kuasai dalam mendidik anak,, makanya saya memilih ilmu parenting sebagai ilmu yang saya pelajari di universitas kehidupan. Pertanyaan saya bu,, bagaimana cara menyesuaikan pendidikan anak di rumah dengan di sekolah,, anak pertama saya baru berusia 3,5 tahun,,tapi dia sudah sekolah, di playgroup. Untuk sekolah ini memang dia yang minta sendiri,, dia ingin bermain bersama teman-teman.
Jawab :
Mbak Dian, Wa’alaykumsalam wr.wb.
Saya pakai analog ya mbak biar lebih mudah. Anggap saja pendidikan anak itu rumah makan, anak sebagai pelanggan kita, dan kita sebagai chef nya. Maka kita buat menu makan pagi sendiri (menu belajar mulai dari bangun tidur – mau sekolah), kemudian siangnya kita titip ke resto sebelah, dengan memilih terlebih dahulu dan meyakinkan diri kita bahwa apa yang dimasak di resto sebelah itu memiliki “values” dan “prinsip yang sama dengan resto kita. Saat pulang sekolah kita sudah siap menu malam (menu belajar dari pulang sekolah – anak-anak tidur). Sehingga kalau nanti suatu saat anak protes, bu menu makan siangnya sudah tidak sehat lagi karena bla…bla…bla… Anak pengin ibunya sendiri yang memasak untuk menu makan siangnya, kita sudah siap, karena sudah terbiasa dengan menu makan pagi dan malam.
9. Yessy Liana – IIP Sumut
Assalamualaikum wr. wb 😊
Bu, di NHW #4 saya sudah memantapkan hati untuk menjadi fasilitator, spesifiknya bagi anak saya sendiri bu.
Sebagai informasi Bu, saya dan suami membentuk suatu yayasan. Pada awalnya, untuk membangun sekolah AUD, tapi dalam perjalanan waktu kami belajar, kami memutuskan untuk pindah haluan menjadikan yayasan tersebut wadah untuk memfasilitasi para orangtua seperti kami untuk belajar tentang parenting dan pendidikan anak dengan cara seminar, kelas dan lain-lain.
Sekarang, ada permintaan untuk saya mengisi acara parenting di sekolah dll. Saya tolak secara halus. Jujur saya takut berbicara apa yang tidak saya lakukan Bu. Dan itu tidak sejalan dengan tahapan KM yang sudah saya susun.
Namun, ada juga yang memberikan masukan bahwa saya sebaiknya tidak seperti itu. Sesedikit apapun ilmu harus dibagi. Tidak boleh sombong 😅, harus keluar dari zona nyaman dll.
Mohon pencerahannya Bu 🙏
Jawab :
Mbak Yessi,
Wa’alaykumsalam wr.wb jangan pernah menolak jam terbang mbak, itu kehendakNya untuk mbak Yessi bisa akselerasi. Maka sampaikan hal-hal yang sudah pernah mbak Yessi lakukan. Sebagai contoh dulu saya dulu diminta ngisi seminar tentang “Baby Led Weaning”, saya tidak mau karena saya memang tidak melakukannya untuk ketiga anak saya. Kalau harus menyampaikan materi tersebut, maka saya harus hamil lagi hehehe. Tapi kalau diminta menyampaikan topik tentang melatih kemandirian anak sejak usia 1 tahun, meski saat itu Enes dan Ara baru berusia 2-3 tahun, saya mau berbagi, karena saya sudah melakukannya.
🔟 Yensi Hafni – IIP Sumut
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Buk..saya memutuskan berhenti bekerja 3 tahun yang lalu di karenakan saya melahirkan anak ke-2 .. Awalnya saya berhenti karena ketidakpuasan saya dengan pengalaman mensubkontrakan pengasuhan anak pertama saya kepada orang lain..
Bekerja 8 tahun membuat saya berpikir pada saat itu. Kalau saya jadi ibu rumah tangga khawatir bosan dengan rutinitas pekerjaan rumah sehingga saya ikut berorganisasi di AIMI Sumut (asosiasi ibu menyusui indonesia) dan ikut pelatihan konselor menyusui dan akhirnya saya jadi konselor laktASI dan memang atas dasar pengalaman yang tidak menyenangkan juga yang saya rasakan pada saat berjuang menyusui mendorong saya bergabung dengan organisasi ini dengan harapan ilmu yang saya dapatkan bisa saya share kepada ibu-ibu yang membutuhkan informasi seputar menyusui.
Nah seiring waktu ternyata apa yang saya khawatirkan sangat jauh berbeda dengan yang saya pikirkan, rutinitas pekerjaan rumah dan mengurus anak-anak sudah menyita waktu seharian.. Sehingga saya merasa tidak optimal di AIMI namun saya masih menyempatkan waktu untuk mengikuti kegiatannya jika memungkinkan.
Bergabung di IIP bener-bener membuka mata, hati dan pemikiran saya betapa pentingnya mendidik anak-anak saya dengan ilmu parenting.. Ternyata banyak hal-hal yang selama ini saya lakukan menyakiti perasaan anak-anak saya dan mulai saat itu saya berjanji akan menjadi ibu yang lebih baik lagi.
Nah di matrikulasi ini saya menetapkan ilmu parenting sebagai universitas yang ingin saya pelajari saat ini karena saya benar-benar merasa sangat banyak kekurangan disana sini dalam mengasuh dan mendidik anak-anak saya dimana saya sering tidak memahami perasaan anak-anak saya ..dan masih marah-marah jika saya tidak bisa membaca perasaannya.
Dan KM O saya di mulai pada saat saya mengikuti matrikulasi ini.
Saya hanya bercita-cita mengantarkan anak saya menjadi anak-anak yang sholeh .. Sukses dunia dan akhiratnya.
Pada saat berhenti bekerja saya pernah berjanji kepada diri saya untuk mendedikasikan sisa umur saya untuk mengedukasi ibu-ibu untuk menyusui bayi-bayinya agar pengalaman pahit saya memperjuangkan anak saya pada saat menyusui tidak banyak di rasakan oleh ibu-ibu lainnya.
Namun saat ini saya belum maksimal untuk janji saya ini karena ada prioritas lain yang sudah saya tetapkan yaitu ilmu parenting.
Untuk pembekalan anak-anak saya.
Bagaimana pendapat ibu? Karena saya tidak maksimal di aimi karena sudah menetapkan ilmu baru yang ingin saya pelajari untuk anak-anak saya.
Jazakallah khayr bunda.
Jawab :
Mbak Yensi Hanif, Wa’alaykumsalam wr.wb.
Apa yang sudah mbak lakukan itu tidak akan saling bertentangan. Antara AIMI dan pendidikan parenting itu sejalan. Selama ini mungkin yang membuatnya tidak sejalan adalah “aktifnya” kita di organisasi tersebut menyita banyak waktu urusan kita di dunia mendidik anak-anak. Maka kuncinya sekarang adalah di manajemen waktu. Atur dengan sangat rapi tentang waktu untuk pendidikan anak-anak, organisasi dan pengembangan diri. Indikatornya kalau ketiga hal tersebut bisa menambah jam terbang kita di urusan ilmu yang kita ambil, ya lanjutkan. Kalau tidak hentikan.
11. Desty Nurul
Bu septi mulai kapan jadi bunda produktif? Apa itu sudah sesuai milestone ibu?
Jawab :
Mba desty sebelum buat milestone saya terkungkung di aktivitas momong anak dan urusan rumah yang sekedarnya selama 8 tahun. Setelah itu saya remidial hehehe, dengan menetapkan tahapan, alhamdulillah karena remidial jadi lebih mudah. Kalau saya bener-bener ingin pijakan masing-masing tahapan itu kuat terlebih dahulu. sehingga masuk tahun 2005-2006 saya baru ke bunda produktif (saya nikah tahun 1995).
12. Maula Ayesha
Berarti bila pilihan ilmu saling berkaitan dan kita sanggup untuk melaksanakan nya bisa terus dilanjutkan ya Bu?
Jawab :
Kalau di kuliah itu namanya “DOBLE DEGREE” mbak, titelnya banyaaak.
13. Lendy Kurnia – IIP Bandung
Bu Septi,
Sampai sejauh mana kita menuntut ilmu yang dirasa perlu..?
Karena saya suka ini perlu, itu juga perlu.
Tapi prakteknya, masih tidak fokus.
Bagaimana yaa Bu..?
Jawab :
Sampai usia kita berakhir, Belajar semua ilmu boleh banget, yang nggak boleh adalah TIDAK DIPRAKTEKKAN dan TIDAK PERNAH FOKUS.
14. Maula Ayesha
Bagaimana menjaga semangat agar tetap semangat?
*edisi curcol… Karena suami sedang ada agenda di luar kota sambil merenung betapa hebatnya para Ibu single fighter.
Jawab :
Orang yang menjalankan misi hidup itu selalu memiliki bahan bakar semangat yang nggak pernah habis. Makanya kalau diibaratkan mobil, Allah itu menyiapkan perempuan sekelas mobil yang punya dobel gardan. Tahan dengan medan apapun. Makanya ayoooo kejar fitrah kita.
Tanggapan :
Jadi.. Sambil flash back perjalanan pernikahan dan peran di istana sendiri yaa Bu.. 😬✅
🔹betul mbak✅
15. Rina Octavia
Bu Septi, bicara km 0-10,000.
Apakah kita juga perlu menetapkan kriteria capaian di tiap-tiap km nya, supaya bisa mudah saat melakukan evaluasi.
Jawab :
Iya perlu, itu lebih detil di perkuliahan non matrikulasi, tentang INDIKATOR dan PENILAIAN.
16. Lendy Kurnia – IIP Bandung
Belajar itu harus sampai dalam kalau memang perlu, tapi kalau gak perlu…hanya tahu kulitnya saja…
Bolehkah begitu, Bu..?
Jawab :
Betul teh.
Salam Ibu Profesional
Diresume oleh Ahdiyati Marwa