My Seminary

Mempersiapkan Anak Tangguh di Era Digital (part 1)

IMG-20151023-WA0003[1].jpg

Seminar yang diadakan tanggal 19 Desember 2015. sangat saya nantikan sejak jauh-jauh hari. Mengingat beliau adalah salah satu tokoh parenting yang saya kagumi karena materi yang disampaikan selalu based on research dan cara menyampaikannya dengan bahasa yang lugas. Ke khas an beliau adalah menyampaikan materi mengenai pornografi. Dalam benak saya, “Ini adalah materi ketika anak saya telah mencapai usia akil baligh”, mengingat saat ini usia kaka Ai masih 5 tahun sedangkan adik Hana 3 tahun. Perjalanan yang saya tempuh saat menuju seminar Bu Elly Risman, P.Si ini sangat luaarr biassaaa… Namun, sekali lagi..qodarulloh.. saya berhasil melalui rintangan tersebut dengan dukungan suami dan anak-anak. Terimakasiih, my home team.

Begitu masuk dalam ruang seminar, di hall Hotel Endah Parahyangan, saya mulai mencari tempat duduk paling depan (ini salah satu challenge dalam diri pribadi siih, jika niat menghadiri seminar, be on time and get the save sit for full concentration on it!). Dan setelah beberapa saat menunggu (setelah mendengar beberapa sambutan dari perwakilan SDIT Hikmah Teladan) tibalah saat yang dinantikan. Bu Elly tiba di ruangan dan menyapa para peserta dengan hangat serta menyampaikan beberapa rules.

Beberapa rules tersebut adalah :

  • Para peserta diharapkan menaruh segala jabatan yang dimiliki (da saya mah yang ini gak ngefek yaa…?? heehhee..)
  • Sampaikan ilmu seminar yang didapat ini kepada :
  1. Saudara Kandung / Ipar
  2. Tetangga
  3. Teman Sekolah atau Teman Bapak/ Ibu

 

Mengapa ?

Karena Your Family, My Family is Under Attack!

Kerusakan otak karena pornografi sangat parah. Seberapa jauh parahnya? Saat diperiksa menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging) ternyata kerusakannya lebih parah daripada saat mengalami kecelakaan mobil. Kecelakaan yang dimaksud adalah kecelakaan yang mengakibatkan benturan yang sangat keras pada atas alis kanannya, di mana terletak prefrontal cortex atau PFC.

PFC adalah bagian otak yang mengatur kemampuan otak untuk berpikir mengenai sesuatu yang rumit, seperti merencanakan masa depan, memahami dan menganalisa serta mengevaluasi sesuatu, organisasi. Selain itu juga kontrol diri, konsekuensi dari suatu perbuatan, ekspresi kepribadian, kemampuan bersosialisasi, pengambilan keputusan (yang biasanya matang di usia 25 tahun). Bisa dibilang bahwa PFC adalah direkturnya otak, tempat moral dan nilai.

Apabila telah kecanduan pornografi akan mengakibatkan seseorang tidak dapat lagi membedakan mana yang benar dan salah, mana yang pantas mana yang tidak, bahkan kehilangan rasa malu.

Untuk menghindari anak-anak kita terpapar pengaruh pornografi, ada baiknya kita sebagai orangtua mengoreksi pola asuh anak-anak kita sedari kini.

Bagaimana Cara Kita Mengasuh Anak?

  • Setiap apa yang dmiliki oranglain, biasanya kita ingin memiliki. Padahal belum tentu hal tersebut dibutuhkan.

Misal :

Pemberian gadget pada anak Tanpa Batasan Waktu dan Batasan Konten, serta Tanpa Konsekuensi yang mengikat dan jelas.

  • Karena tetangga atau orang terdekat melakukan, kita pun ingin melakukan hal yang sama.

Misal :

Main games.

Karena tidak adanya sekolah menjadi orangtua sebelum menikah. Sehingga menjadi orangtua yang tidak siap menjadi orantua.

 

 

Beberapa kekeliruan dalam hal komunikasi :

  • Bicara tergesa-gesa

Kebanyakan orangtua merasa bahwa belajar ilmu parenting itu tidak perlu, karena mereka selalu merasa bahwa yang paling memahami anak mereka adalah orangtua si anak tersebut. Salah satu ilmu pengasuhan yang kerap kita jumpai adalah ilmu turunan (wiring).

Orangtua dahulu mendidik anak dengan berbicara panjaaang dan lebar. Otomatis, kita pun mendidik anak kita dengan berbekal ilmu tersebut. Tanpa sadar, kita kembali mengulangi memori lama saat kita kecil kepada anak-anak kita saat ini.

  • Tidak mengenali diri sendiri

Penting mengenali diri sendiri dahulu, baru kita bisa memahami orang lain (anak kita). Pahami bahwa kita sebagai orangtua paling mudah marah saat apa dan bagaimana biasanya kita melampiaskannya.

  • Lupa bahwa setiap individu itu unik

Terdapat 360 ribu sifat bawaan dari Ibu dan 360 ribu sifat bawaan dari Ayah yang akan diturunkan saat anak lahir ke dunia. Itulah mengapa setiap anak itu Unik. Bahkan sifat antara saudara kandung pun belum tentu sama, padahal se-ayah dan se-ibu. Maka, pahamilah bahwa setiap anak itu Unik dan kenali keunikannya.

  • Antara kebutuhan dan kemauan itu berbeda

Anak itu membutuhkan kehadiran kita sebagai orangtua yang mau mendengar aktif, bukan berbicara aktif (mengeritik dan memberi nasihat). Jadi, quality time it’s not the same with quantity time. Bagaimanapun, quantity time bisa tercapai karena sebelumnya kita sudah menyiapkan quality time kepada anak-anak kita.

  • Tidak membaca bahasa tubuh

Setiap manusia pasti memiliki bahasa tubuh. Misal, ketika anak terjatuh, hal yang biasa kita lakukan adalah fokus pada hasil dan cenderung mengatakan “Tidak apa-apa, anak mama jangan nangis yaa…kuat kuat kuaatt”

Padahal yang dibutuhkan anak adalah rasa empati kita dengan membaca bahasa tubuh anak. Bisa dengan mengatakan “Oooh…jatuh, sakit ya? Yang mana yang sakit? Sini diobatin..naah, kalau berdarah gini..trombosit akan keluar, jadi darah akan mengalir teruuus…lalu seketika itu juga datanglah sel darah putih, yang bertugas untuk memerangi kuman ketika luka sedang terbuka begini. Lama-kelamaan, si trombosit membentuk jaring-jaring pada luka tersebut dan inilah yang terjadi ketika luka mulai mengering dan sembuh.

  • Tidak mendengar perasaan

Proses mendengar perasaan ini dilakukan setelah kita telah membaca bahasa tubuh anak.

  • Kurang mendengar aktif

Perasaan empati ternyata tidak hanya untuk orang dewasa yaa… Ini baru saya sadari setelah mengikuti banyak seminar. Bahwa anak-anak punya dunia dan penggambarannya sendiri yang ingin dipahami oleh orangtuanya. Perasaan sedih, kesal, capek, marah, gembira, malu dan lain-lain seringkali ingin anak-anak luapkan kepada orang yang mau mendengar mereka. Bila mereka lebih nyaman dengan teman, maka berceritalah mereka pada teman. Alangkah baiknya kalau kita sebagai orangtua hadir mendengarkan cerita-cerita mereka di tiap harinya.

Tidak ada nasehat, tidak ada komentar, hanya dengarkan sajjaa..sambil sesekali bertanya bagaimana yang dirasakan anak saat mengalami kejadian tersebut.

  • Biasa menggunakan 12 gaya populer :
  1. Memerintah
  2. Menyalahkan
  3. Meremehkan
  4. Membandingkan
  5. Mencap / labelling
  6. Mengancam
  7. Menasehati
  8. Membohongi
  9. Menghibur
  10. Mengeritik
  11. Menyindir
  12. Menganalisa

Kesalahan dalam hal komunikasi ini biasanya dikarenakan ketidaksengajaan orangtua. Akibat “pengasuhan warisan” atau wiring. Akibatnya akan melemahkan konsep diri pada anak, sehingga anak cenderung bersikap : diam, melawan, menentang, tidak peduli dan menjadi susah diajak bekerja sama.

Akibat lemahnya konsep diri, anak akan merasa tidak berharga dan tidak percaya diri. Anak juga tidak terbiasa berpikir, memilih dan mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.

20151219_103536-1[1]
Slide : Kendi Kencang Atau Kendi Kempot
Dalam slide tersebut digambarkan jiwa anak bagaikan kendi kencang atau kendi kempot.

Apabila sering diberi muatan-muatan negatif, misalnya, labelling (anak malas, nakal, lelet, dll), sering dimarahi, diomelin dan setumpuk aplikasi dari 12 gaya populer, maka bisa dibayangkan gambaran jiwa anak bagaikan sebuah kendi kempot.

Gambaran kendi kempot ini adalah penggambaran Rasa Percaya Diri anak (Self Confident of Esteem), bagaimana anak tersebut menghargai dirinya sendiri. Lalu muncullah Harga Diri (Self Image or Self Worth), bagaimana anak melihat diri sendiri. Yang terakhir muncullah Konsep Diri (Self Concept), yaitu bagaimana si anak tersebut merasa dirinya.

 

Bagaimana Pola Pengasuhan yang seperti ini dapat dirubah? Apa yang terjadi apabila pola pengasuhan ini terus dilakukan di zaman sekarang? Zaman anak-anak tumbuh dan berkembang di era digital? Dimana segala informasi dan pengaruh baik buruk sangat mudah didapat dan diserap?

Maka hal pertama yang perlu dirubah adalah konsep diri dari orang tuanya terlebih dahulu.

…bersambung ke tulisan berikutnya yaa…

 

613_557363870957469_1543232134_n
Yayasan Kita Dan Buah Hati. Speaker : Elly Risman, P.Si

 

 

 

 

 

2 thoughts on “Mempersiapkan Anak Tangguh di Era Digital (part 1)

Leave a comment